#Aku_Gak_Kuat_Mas! 5
Keesokan harinya, Sofia benar-benar pulih. Ternyata Ki Alam Surya tidak berbohong. Wanita yang kucintai terlihat sangat segar pagi ini. Dokter pun mengijinkan kami pulang.
Kini kepercayaanku pada Ki Alam Surya kembali lagi setelah tadinya sempat menghilang.
"Mas, kita langsung pula hari ini? Atau kita akan mampir dulu ke suatu tempat?" tanya Sofia saat kami berjalan ke tempat parkir.
"Kamu mau kita mampir dulu? Mau ke mana?" tanyaku lembut. Akan kuturuti kemanapun dia mau, asalkan dia bisa sehat terus seperti sekarang.
"Enggak, sih. Siapa tau Mas pengen pergi. Aku ingin cepat pulang saja, istirahat." Ia tersenyum. Sungguh aku sangat merindukan senyum indah itu.
"Ya udah, kita pulang. Mas akan temani kamu sampai kamu merasa bosan."
"Bosan?"
"Iya."
"Sofia nggak akan pernah bosan sama Mas."
"Sungguh?"
"Iya dong." Dia tertawa.
Aku ikut tertawa mendengar tawanya yang begitu renyah. Tawa yang selalu menjadi candu untukku. Sofia memang istriku yang begitu spesial.
"Adam! Sofia!" Teriakan cukup keras menghentikan tawa kami. Saat menoleh, kutemukan sosok Amanda bersama Maya melambai.
"Hai, kalian di sini?" sapaku dan Sofia nyaris bersamaan.
"Iya. Tadinya mau jengukin kamu, tapi kamunya malah mau pulang. Ya udah, syukhur deh. Aku ikut seneng liat kamu sudah sehat dan bisa senyum-senyum lagi. Aihhh bahagia banget. Peluk ...." Maya menghambur ke dalam pelukan Sofia. Dua sahabat itu berpelukan sebentar.
"Makasih ya, May. Kamu memang sahabat baik yang aku punya." Istriku tersenyum. Ia jelas bahagia memiliki teman sebaik Maya.
"Sama-sama Sofia. Aku juga bahagia banget punya sahabat seperti kamu."
"Ah, kamu. Selalu yang terbaik."
"Ekhem! Kalian asik peluk-pelukan. Sayang-sayangan. Seolah dunia milik kalian berdua. Kalian lupa, kalau aku sahabat kalian juga?" Amanda tidak mau kalah. Alhasil ketiganya pun berpelukan.
Melihat pemandangan ini, aku sebagai laki-laki memilih untuk menyingkir dan memberi waktu untuk mereka bertiga saling melepas rindu.
Kuangkat semua perlengkapan milik Sofia dan memasukkannya ke mobil. Setelah semua selesai, pas sekali dengan mereka yang juga selesai melepas rindu dan bergurau.
"Oh iya, Sof. Kita nggak ikut kamu pulang ke rumah yah. Karena, kita lagi ada mau jalan-jalan ke luar. Mau ngajakkin kamu gabung, tapi kamu kan lagi sakit. Nggak apa-apa yah?"
"Nggak apa-apa May. Aku juga perlu banyak istirahat."
"Kalau begitu, kami pergi dulu ya. Salam buat si Adam."
"Iya. Kalian have fun yahh!"
Begitulah percakapan singkat mereka yang sempat aku dengar. Sofia beranjak masuk saat dua sahabatnya itu pergi.
***
"Mas, selama aku nggak sadarkan diri. Mas ngapain aja?" tanya Sofia lembut. Suaranya itu memecah keheningan yang ada di antara kami.
"Mas pergi ke rumah Ki Alam Surya."
"Hah? Ngapain? Oh, ngambil ramuan yang Mas kasih ke aku kemarin?"
"Iya. Sekalian nanyain, kenapa hasil USG kamu dinyatakan tidak ada janinnya."
"Nggak ada janinnya gimana, Mas? Maksudnya aku dikatakan tidak hamil. Begitu?" Wajah cerahnya mendadak murung.
"Iya, Dik. Tapi Mas yakin itu pasti ada yang salah dengan alatnya. Kamu jangan sedih yaa."
"Tapi Mas. Gimana kalau itu bener?"
"Ya nggak mungkin dong, Dik. Kalau kamu nggak hamil. Mana mungkin perut kamu besar seperti sekarang? Oh iya, Ki Alam Surya juga bilang, kamu melahirkan di dukun beranak saja. Jangan di rumah sakit. Dia bilang, kamu sedang mengandung bayi yang luar biasa, Dik. Jadi kamu jangan khawatir ya."
"Bayi spesial?"
"Iya. Udah, kamu nggak usah mikirin itu Dik. Yang penting sekarang kami jaga kesehatan, dan jangan stress yaa." Kuusap rambutnya lembut. Ia mengangguk.
Sebenarnya aku masih merasa janggal dari kejadian demi kejadian. Tapi, demi menjaga agar Sofia tidak panik. Aku akan menyelidiki semuanya sendiri.
Tidak terasa, akhirnya kami sampai ke rumah. Dengan bantuan Pak Wardi-satpam rumah ini aku memasukkan semua barang-barang Sofia. Kemudian menuntun wanita itu masuk ke kamar.
"Mas ...."
"Iya Sayang?"
"Aku kok tiba-tiba pengen makan sesuatu."
"Kamu ngidam? Mau makan apa? Biar Mas beliin di luar."
"Rujak, sama bunga melati."
"Bunga melati?" Keningku berkerut. Berharap hanya salah dengar.
"Iya Mas. Nggak boleh ya? Sofia pengen banget."
"Emmm. Boleh kok boleh. Ya udah, kamu istirahat. Biar Mas pergi dulu, nyari apa yang kamu mau."
"Bener Mas?"
"Iya Sayang. Apa sih yang enggak buat kamu?"
"Makasih." Ia memelukku manja.
'Bunga melati? Ngidamnya aneh banget.' batinku. Tapi mau tidak mau aku pun pergi untuk mendapatkannya.
'Bunga melati?' kuulang sekali lagi.
Bersambung