Cerita Dewasa – Pagi
itu ketika aku aku sedang santai dirumah karena libur kuliah tiba-tiba
aku mendapatkan telpon dari tanteku Ulfa untuk menemaninya dirumahnya
karena suaminya sedang ada dinas luar kota dan harus menginap beberapa
hari. Karena pada pagi itu aku sedang duduk santai dengan mamah, aku
lalu mengajak mamah untuk sekalian tidur dirumah tante Ulfa. Dan
akhirnya mamah pun setuju dan sore harinya aku dan mamahku langsung
berangkat menuju rumah tante Ulfa.
Namaku Vian, aku berumur 22 tahun, dan
tanteku Ulfa adalah adik kandung dari papahku. Tante Ulfa sendiri
memiliki wajah yang lumayan cantik dengan bodi tubuhnya yang sangat
menggoda. Umurnya belum terlalu tua siih, sekitar 36 tahunan, namun
bodinya gak kalah dengan cewek-cewek kuliahan jaman sekarang. Lanjut
lagi ceritanya, setelah aku sampai dirumah tanteku dengan mamahku, aku
disambut dengan pemandangan yang sangat menggoda sekali, dengan pakaian
yang dikenakan tanteku sungguh sangat menggoda.
Dengan celana ¾ yang dikenakannya yang
berbahan legging sangat membuatku nafsu, ditambah dengan kaos ketat yang
tanpa lengan sangat membuatku ingin sekali meremas payudaranya yang
berukuran kira-kira 36B itu. Arrrrgghh…aku hanya bisa menelan ludah
melihat pemandangan tersebut.
Setelah kami masuk rumah tante, Aku diam
di rumah bersama mama dan tante Ulfa. Sore itu, sekitar jam 4 sore,
kulihat mama baru selesai mandi. Mama keluar dari kamar mandi memakai
handuk menutupi dada dan setengah pahanya yang putih mulus. Mama berusia
40 tahun, Sangat cantik.
Saat itu entah secara tidak sengaja aku
melihat mama membetulkan lilitan handuknya sebelum masuk kamar. Terlihat
buah dada mama walau tidak terlalu besar tapi masih bagus bentuknya.
Yang terutama jadi perhatian aku adalah memek mama yang dihiasi bulu
hitam tidak terlalu lebat berbentuk segitiga rapi. Mungkin karena mama
rajin merawatnya.
Mama sepertinya tidak sadar kalau aku
sedang memperhatikannya. Mama langsung masuk kamar. Hati berdebar dan
terbayang terus pemandangan tubuh mama tadi. Aku dekati pintu, lalu aku
intip dari lubang kunci. Terlihat mama sedang membuka lilitan handuknya
lalu mengeringkan rambutnya dengan handuk tersebut. Terlihat tubuh mama
sangat menggairahkan. Terutama memek mama yang aku fokuskan.
Secara otomatis tangan aku meraba penis
dari luar celana, lalu meremasnya pelan-pelan sambil menikmati keindahan
tubuh merangsang mama. Karena sudah tak tahan lagi, aku segera ke kamar
mandi dan onani sambil membayangkan menyetubuhi mama. Sampai akhirnya..
Crot! Crot! Crot! Aku orgasme.
Sore harinya, waktu aku sedang tiduran sambil membaca majalah, tiba-tiba terdengar suara mama memanggil aku.
“Vian..!” panggil mama.
“Ya, Ma…” sahut aku sambil bergegas ke kamar mama.
“Ada apa, Ma?” tanya aku.
“Pijitin badan mama, Vian. Pegal rasanya…” kata mama sambil tengkurap.
“Iya, Ma…” jawab aku.
“Ya, Ma…” sahut aku sambil bergegas ke kamar mama.
“Ada apa, Ma?” tanya aku.
“Pijitin badan mama, Vian. Pegal rasanya…” kata mama sambil tengkurap.
“Iya, Ma…” jawab aku.
Waktu itu mama memakai daster. Aku mulai
memijit kaki mama dari betis. Terus sampai naik ke paha. Mama tetap
diam merasakan pijitan aku. Karena daster mama agak mengganggu pijitan,
maka aku bertanya pada mama.
“Ma, dasternya naikin ya? mengganggu nih…” tanya aku.
“Emang kamu mau mijitan apa aja, Vian?” tanya mama.
“Seluruh badan mama,” jawab aku.
“Ya sudah, mama buka baju saja,” kata mama sambil bangkit, lalu melepas dasternya tanpa ragu.
“Ayo lanjutkan, Vian!” kata mama sambil kembali tengkurap. Darah aku berdesir melihat mama setengah telanjang di depan mata.
“Mama tidak malu buka baju depan Vian?” tanya aku.
“Malu kenapa? Kan anak kandung mama.. Biasa sajalah,” jawab mama sambil memejamkan mata.
“Emang kamu mau mijitan apa aja, Vian?” tanya mama.
“Seluruh badan mama,” jawab aku.
“Ya sudah, mama buka baju saja,” kata mama sambil bangkit, lalu melepas dasternya tanpa ragu.
“Ayo lanjutkan, Vian!” kata mama sambil kembali tengkurap. Darah aku berdesir melihat mama setengah telanjang di depan mata.
“Mama tidak malu buka baju depan Vian?” tanya aku.
“Malu kenapa? Kan anak kandung mama.. Biasa sajalah,” jawab mama sambil memejamkan mata.
Aku berdebar. Tanganku mulai memijit
paha mama. Sebetulnya bukan meimijit, istilah yang tepat adalah mengusap
agak keras. Aku nikmati usapan tangan aku di paha mama sambil mata
terus memandangi pantat mama yang memakai celana dalam merah. Setelah
selesai “memijit” paha, karena masih ragu, aku tidak memijit pantat
mama, tapi langsung naik memijit pinggang mama.
“Kok dilewat sih, Vian?” protes mama sambil menggoyangkan pantatnya.
“Mm.. Vian takut mama marah…” jawab aku.
“Marah kenapa? Kamu kan emang mama pinta mijitin.. Ayo teruskan!” pinta mama.
“Mm.. Vian takut mama marah…” jawab aku.
“Marah kenapa? Kamu kan emang mama pinta mijitin.. Ayo teruskan!” pinta mama.
Karena sudah mendapat angin, aku mulai
meraba dan agak meremas pantat mama dari luar celana dalamnya. Nyaman
rasanya memijit dan meremas pantat mama yang bulat dan padat. penis aku
sudah mulai mengeras. Mama tetap terpejam menikmati pijitan aku. Karena
birahi aku sudah naik, aku sengaja memasukkan tangan aku ke celana dalam
mama dan terus meremasnya. Mama tetap diam. Aku makin berani.
Jari tengah aku mulai menyusuri belahan
pantat mama sampai ke belahan memek mama. Jari aku diam disana. Aku
takut mama marah. Tapi mama tetap diam sambil memejamkan mata. Aku mulai
menggerakan jari tengah aku di belahan memek mama. Mama tetap diam.
Terasa memek mama mulai basah. Dan aku tahu kalau mama agak
menggoyang-goyangkan pantatnya, mungkin mama merasa enak menikmati jari
aku di belahan memeknya. Itu perkiraan aku.
Karena sudah basah, aku nekad masukkan
jari aku ke lubang memek mama. Mama tetap memejamkan mata, tapi
pantatnya mulai bergoyang agak cepat.
“Vian, kamu ngapain?” tanya mama sambil membalikkan badannya. Aku kaget dan takut mama marah.
“Maaf, Ma…” kataku tertunduk tidak berani memandang mata mama.
“Vian tidak tahan menahan nafsu…” kataku lagi.
“Nafsu apa?” kata mama dengan nada lembut.
“Sini berbaring dekat mama,” kata mama sambil menggeserkan badannya. Aku diam tidak mengerti.
“Sini berbaring Vian,” ujar mama lagi.
“Tutup dulu pintu kamar,” kata mama.
“Maaf, Ma…” kataku tertunduk tidak berani memandang mata mama.
“Vian tidak tahan menahan nafsu…” kataku lagi.
“Nafsu apa?” kata mama dengan nada lembut.
“Sini berbaring dekat mama,” kata mama sambil menggeserkan badannya. Aku diam tidak mengerti.
“Sini berbaring Vian,” ujar mama lagi.
“Tutup dulu pintu kamar,” kata mama.
“Ya, Ma…” kataku sambil berdiri dan segera menutup pintu. Kemudian aku berbaring di samping mama.
Mama menatapku sambil membelai rambut aku.
“Kenapa bernafsu dengan mama, Vian,” tanya mama lembut.
“Mama marahkah?” tanya aku.
“Mama tidak marah, Vian.. Jawablah jujur,” ujar mama.
Mama menatapku sambil membelai rambut aku.
“Kenapa bernafsu dengan mama, Vian,” tanya mama lembut.
“Mama marahkah?” tanya aku.
“Mama tidak marah, Vian.. Jawablah jujur,” ujar mama.
“Melihat tubuh mama, Vian tidak tahu kenapa jadi pengen, Ma…” kataku. Mama tersenyum.
“Berarti anak mama sudah mulai dewasa,” kata mama.
“Kamu benar-benar mau sayang?” tanya mama.
“Maksud mama?” tanya aku.
“Dua jam lagi Papa kamu pulang…” hanya itu yang keluar dari mulut mama sambil tangannya meraba penis aku dari luar celana.
“Berarti anak mama sudah mulai dewasa,” kata mama.
“Kamu benar-benar mau sayang?” tanya mama.
“Maksud mama?” tanya aku.
“Dua jam lagi Papa kamu pulang…” hanya itu yang keluar dari mulut mama sambil tangannya meraba penis aku dari luar celana.
Aku kaget sekaligus senang. Mama mencium
bibir aku, dan akupun segera membalasnya. Kami berciuman mesra sambil
tangan kami saling meraba dan meremas.
“Buka pakaian kamu, Vian,” kata mama. Aku menurut, dan segera melepas baju dan celana.
Mama juga melepas BH dan celana dalamnya. Mama duduk di tepi tempat tidur, sedangkan aku tetap berdiri.
“penis kamu besar, Vian…” kata mama sambil meraih penis aku dan meremas serta mengocoknya. Enak rasanya.
“Kamu udah pernah maen dengan perempuan tidak, sayang?” tanya mama.
Sambil menikmati enaknya dikocok penis aku menjawab, “Belum pernah, Ma.. Mmhh..”. Mama tersenyum, entah apa artinya.
Mama juga melepas BH dan celana dalamnya. Mama duduk di tepi tempat tidur, sedangkan aku tetap berdiri.
“penis kamu besar, Vian…” kata mama sambil meraih penis aku dan meremas serta mengocoknya. Enak rasanya.
“Kamu udah pernah maen dengan perempuan tidak, sayang?” tanya mama.
Sambil menikmati enaknya dikocok penis aku menjawab, “Belum pernah, Ma.. Mmhh..”. Mama tersenyum, entah apa artinya.
Lalu mama menarik pantat aku hingga
penis aku hampir mengenai wajahnya. Lalu mama mulai menjilati penis aku
mulai dari batang sampai ke kepalanya. Rasanya sangat nikmat. Lebih
nikmat lagi ketika mama memasukkan penisku ke mulutnya. Hisapan dan
permainan lidah mama sangat pandai. Tanganku dengan keras memegang dan
meremas rambut mama dengan keras karena merasakan kenikmatan yang amat
sangat. Tiba-tiba mama menghentikan hisapannya, tapi tangannya tetap
mengocok penisku perlahan.
“Enak sayang?” tanya mama sambil menengadah menatapku.
“Iya, Ma.. Enak sekali,” jawabku dengan suara tertahan.
“Sini sayang. penismu udah besar dan tegang. Sekarang cepat masukkan…” ujar mama sambil menarik tanganku.
“Iya, Ma.. Enak sekali,” jawabku dengan suara tertahan.
“Sini sayang. penismu udah besar dan tegang. Sekarang cepat masukkan…” ujar mama sambil menarik tanganku.
Mama lalu telentang di tempat tidur
sambil membuka lebar pahanya. Tanpa ragu aku naiki tubuh mama. Aku
arahkan penisku ke lubang memeknya. Tangan mama membimbing penisku ke
lubang memeknya.
“Ayo, Vian.. Masukkan…” ujar mama sambil terus memandang wajahku.
Aku tekan penisku. Lalu terasa kepala
penisku memasuki lubang yang basah, licin dan hangat. Lalu batang
penisku terasa memasuki sesuatu yang menjepit, yang entah bagaimana aku
menjelaskan rasa nikmatnya.. Secara perlahan aku keluarmasukkan penisku
di memek mama. Aku cium bibir mama. Mamapun membalas ciuman aku sambil
menggoyangkan pinggulnya mengimbangi goyangan aku.
“Enak, Vian?” tanya mama.
“Sangat enak, Ma…” jawabku sambil terus menyetubuhi mama. Setelah beberapa menit, aku hentikan gerakan penis aku.
“Kenapa mama mau melakukan ini dengan Vian?” tanyaku. Sambil tersenyum, mata mama kelihatan berkaca-kaca.
“Sangat enak, Ma…” jawabku sambil terus menyetubuhi mama. Setelah beberapa menit, aku hentikan gerakan penis aku.
“Kenapa mama mau melakukan ini dengan Vian?” tanyaku. Sambil tersenyum, mata mama kelihatan berkaca-kaca.
“Karena mama sayang kamu, Vian…” jawab mama.
“Sangat sayang…” lanjutnya.
“Lagipula saat ini mama memang sedang ingin bersetubuh…” lanjutnya lagi.
Aku terdiam. Tak berapa lama aku kembali menggerakan penis aku menyetubuhi mama.
“Vian juga sangat sayang mama…” ujarku.
“Sangat sayang…” lanjutnya.
“Lagipula saat ini mama memang sedang ingin bersetubuh…” lanjutnya lagi.
Aku terdiam. Tak berapa lama aku kembali menggerakan penis aku menyetubuhi mama.
“Vian juga sangat sayang mama…” ujarku.
“Ohh.. Vian.. Enakk.. Mmhh…” desah mama ketika aku menyetubuhinya makin keras.
“Mama mau keluar…” desah mama lagi.
Tak lama kurasakan tubuh mama mengejang lalu memeluk aku erat-erat. Goyangan pinggul mama makin keras. Lalu..
“Ohh.. Enak sayangg…” desah mama lagi ketika dia mencapai orgasme.
“Mama mau keluar…” desah mama lagi.
Tak lama kurasakan tubuh mama mengejang lalu memeluk aku erat-erat. Goyangan pinggul mama makin keras. Lalu..
“Ohh.. Enak sayangg…” desah mama lagi ketika dia mencapai orgasme.
Aku terus menggenjot penisku. Lama-lama
kurasakan ada dorongan kuat yang akan keluar dari penis aku. Rasanya
sangat kuat. Aku makin keras menggenjot tubuh mama..
“Ma, Vian gak tahann…” ujarku sambil memeluk tubuh mama lalu menekan penisku lebih dalam ke memek mama.
“Keluarin sayang…” ujar mama sambil meremas-remas pantatku.
“Keluarin di dalam aja sayang biar enak…” bisik mama mesra.
Akhirnya, crott.. Crott.. Crott.. Air maniku keluar di dalam memek mama.
“Mmhh…” desahku. Lalu tubuh kami tergolek lemas berdampingan.
“Keluarin sayang…” ujar mama sambil meremas-remas pantatku.
“Keluarin di dalam aja sayang biar enak…” bisik mama mesra.
Akhirnya, crott.. Crott.. Crott.. Air maniku keluar di dalam memek mama.
“Mmhh…” desahku. Lalu tubuh kami tergolek lemas berdampingan.
“Terima kasih ya, Ma…” ujar aku sambil mencium bibir mama.
“Lekas berpakaian, Papa kamu sebentar lagi pulang!” kata mama.
“Lekas berpakaian, Papa kamu sebentar lagi pulang!” kata mama.
Lalu kamipun segera berpakaian. Setengah jam kemudian Papa pulang. Mama dan aku bersikap seperti biasa dan terlihat normal.
Malam harinya, sekitar jam 11 malam,
ketika mama dan Papa sudah tidur, aku dan tante Ulfa masih nonton TV.
Tante Ulfa memakai kimono. Sesekali aku lihat paha mulusnya ketika
kimononya tersingkap. Tapi tidak ada perasaan apa-apa. Karena sudah
biasa melihat seperti itu.
Tiba-tiba tante Ulfa bertanya sesuatu yang mengejutkan aku.
”ngapain kamu tadi sore lama-lama berduaan ama mama kamu di kamar?” tanya tante Ulfa.
“Hayo, ngapain..?” tanya tante Ulfa lagi sambil tersenyum.
“Tidak ada apa-apa. Aku mijitin mama, kok…” jawabku.
“Kok lama amat. Sampe lebih dari satu jam,” tanyanya lagi.
“Curigaan amat sih, tante?” kataku sambil tersenyum.
“Tante hanya merasa aneh saja waktu tante denger ada suara-suara yang gimanaa gitu…” ujar tante Ulfa sambil tersenyum.
”ngapain kamu tadi sore lama-lama berduaan ama mama kamu di kamar?” tanya tante Ulfa.
“Hayo, ngapain..?” tanya tante Ulfa lagi sambil tersenyum.
“Tidak ada apa-apa. Aku mijitin mama, kok…” jawabku.
“Kok lama amat. Sampe lebih dari satu jam,” tanyanya lagi.
“Curigaan amat sih, tante?” kataku sambil tersenyum.
“Tante hanya merasa aneh saja waktu tante denger ada suara-suara yang gimanaa gitu…” ujar tante Ulfa sambil tersenyum.
“Kayak suara yang lagi enak…” ujar tante Ulfa lagi.
“Udah ah.. Kok ngomongnya ngaco ah…” ujarku sambil bangkit.
“Maaf dong, Vian. Tante becanda kok…” ujar tante Ulfa.
“Kamu mau kemana?” tanya tante Ulfa.
“Mau tidur,” jawabku pendek.
“Udah ah.. Kok ngomongnya ngaco ah…” ujarku sambil bangkit.
“Maaf dong, Vian. Tante becanda kok…” ujar tante Ulfa.
“Kamu mau kemana?” tanya tante Ulfa.
“Mau tidur,” jawabku pendek.
“Temenein tante dong, Vian,” pinta tante.
Aku kembali duduk dikursi di samping tante Ulfa.
“Ada apa sih tante?” tanyaku.
“Tidak ada apa-apa kok. Hanya butuh temen ngobrol saja,” jawab tante Ulfa.
“Kamu sudah punya pacar, Vian?” tanya tante Ulfa.
“Belum tante. Kenapa?” aku balik bertanya.
Aku kembali duduk dikursi di samping tante Ulfa.
“Ada apa sih tante?” tanyaku.
“Tidak ada apa-apa kok. Hanya butuh temen ngobrol saja,” jawab tante Ulfa.
“Kamu sudah punya pacar, Vian?” tanya tante Ulfa.
“Belum tante. Kenapa?” aku balik bertanya.
“Kamu tuh ganteng, tinggi. Tapi kenapa belum punya pacar?” tanya tante lagi.
“Banyak sih yang ngajak jalan, tapi aku tidak mau,” jawabku.
“Apa kamu pernah kissing dengan perempuan, Vian?” tanya tante Ulfa pelan sambil wajahnya didekatkan ke wajahku.
Bibir kami hampir bersentuhan. Aku tak menjawab.
“Ni tante lagi horny kayaknya…” pikir aku.
“Banyak sih yang ngajak jalan, tapi aku tidak mau,” jawabku.
“Apa kamu pernah kissing dengan perempuan, Vian?” tanya tante Ulfa pelan sambil wajahnya didekatkan ke wajahku.
Bibir kami hampir bersentuhan. Aku tak menjawab.
“Ni tante lagi horny kayaknya…” pikir aku.
Tanpa banyak kata, aku cium bibir tante
Ulfa. Tante Ulfapun langsung membalas ciumanku dengan hebat. Permainan
lidah dan sedotan bibir kami main mainkan.. Sementara tanganku segera
masuk ke balik kimono tante Ulfa. Lalu masuk lagi ke dalam BH-nya. Lalu
ku remas-remas buah dadanya dengan mesra sambil ujung jari aku memainkan
puting susunya.
“Mmhh..”
Suara tante Ulfa mendesah tertahan
karena kami masih tetap berciuman. Tangan tante Ulfapun tidak diam.
Tangannya meremas penisku dari luar celana kolorku. penisku langsung
tegang.
“Vian, pindah ke kamar tante, yuk?” pinta tante Ulfa.
“Iya tante…” jawabku. Lalu kami segera naik ke loteng ke kamar tante Ulfa.
“Iya tante…” jawabku. Lalu kami segera naik ke loteng ke kamar tante Ulfa.
Setiba di kamar, tante Ulfa dengan tak
sabar segera melepas kimono dan BH serta celana dalamnya. Akupun segera
melepas semua pakaian di tubuh aku.
“Ayo Vian, tante sudah gak tahan…” ujar tante Ulfa sambil senyum, lalu merebahkan badannya di kasur.
Aku segera menindih tubuh telanjang
tante Ulfa. Aku cium bibirnya, pindah ke pipi, leher, lalu turun ke buah
dadanya. Aku jilat dan hisap puting susu tante Ulfa sambil meremas buah
dada yang satu lagi.
“Ohh.. Mmhh.. Viann.. Kamu pinter amat sih.. Mmhh…” desah tante Ulfa sambil tangannya memegang kepala aku.
Lalu lidahku turun lagi ke perut, lalu
ketika mulai turun ke selangkangan, tante Ulfa segera melebarkan kakinya
mengangkang. memek tante Ulfa bersih tidak berbau. Bulunya hanya
sedikit sehing nampak jelas belahan memeknya yang bagus. Aku segera
jilati memek tante Ulfa terutama bagian kelentitnya.
“Ohh.. Sayang.. Enakkhh.. Mmhh.. Terus sayang…” desah tante Ulfa sambil badannya mengejang menahan nikmat.
Tak berapa lama tiba-tiba tante Ulfa mengepitkan kedua pahanya menjepit kepalaku. Tangannya menekan kepalaku ke memeknya.
“Oh, Vian.. Tante keluar.. Nikmat sekali.. Ohh…” desah tante Ulfa.
Aku bangkit, mengusap mulut aku yang
basah oleh air memek tante Ulfa, lalu aku tindih badannya dan kucium
bibirnya. Tante Ulfa langsung membalas ciumanku dengan mesra.
“Isep dong penis Vian, tante…” pintaku.
Tante Ulfa mengangguk sambil tersenyum.
Lalu aku kangkangi wajah tante Ulfa dan ku sodorkan penisku ke mulutnya.
Tante Ulfa langsung menghisap dan menjilati penisku dan mengocok dengan
tangannya sambil memejamkan matanya. Sangat enak rasanya. Cara
menghisap dan menjilat penisnya lebih pintar dari mama.
“Udah tante, Vian udah pengen setubuhi tante…” kataku.
Tante Ulfa melepaskan genggamannya, lalu aku arahkan penis aku ke memeknya.
“Ayo, Vian.. Tante sudah tidak tahan…” bisik tante Ulfa.
Lalu, bless.. sleb.. sleb.. sleb.. penisku keluar masuk memek tante Ulfa.
“Vian kamu pinter menyenangkan perempuan. Kamu pandai memberikan kenikmatan…” kata tante ditengah-tengah persetubuhan kami.
Tante Ulfa melepaskan genggamannya, lalu aku arahkan penis aku ke memeknya.
“Ayo, Vian.. Tante sudah tidak tahan…” bisik tante Ulfa.
Lalu, bless.. sleb.. sleb.. sleb.. penisku keluar masuk memek tante Ulfa.
“Vian kamu pinter menyenangkan perempuan. Kamu pandai memberikan kenikmatan…” kata tante ditengah-tengah persetubuhan kami.
“Ah, biasa saja, tante…” ujarku sambil tersenyum lalu ku kecup bibirnya.
Selang beberapa lama, tiba-tiba tante Ulfa mempercepat gerakannya. Kedua tangannya erat mendekap tubuhku.
“Vian, terus setubuhi tante.. Mmhh.. Ohh.. Tante mau keluar.. Ohh.. Ohh. Ohh…” desahnya.
Selang beberapa lama, tiba-tiba tante Ulfa mempercepat gerakannya. Kedua tangannya erat mendekap tubuhku.
“Vian, terus setubuhi tante.. Mmhh.. Ohh.. Tante mau keluar.. Ohh.. Ohh. Ohh…” desahnya.
Tak lama tubuhnya mengejang. Pahanya erat menjepit pinggulku. Sementara akau terus memompa penisku di memeknya.
“Tente udah keluar, sayang…” bisik tante Ulfa.
“Kamu hebat.. Kuat…” ujar tante Ulfa.
“Terus setubuhi tante, Vian.. Puaskan diri kamu…” ujarnya lagi.
Tak lama akupun mulai merasakan kalo aku akan segera orgasme. Kupertcepat gerakanku.
“Vian mau keluar, Tante…” kataku.
“Kamu hebat.. Kuat…” ujar tante Ulfa.
“Terus setubuhi tante, Vian.. Puaskan diri kamu…” ujarnya lagi.
Tak lama akupun mulai merasakan kalo aku akan segera orgasme. Kupertcepat gerakanku.
“Vian mau keluar, Tante…” kataku.
“Jangan keluarkan di dalam, sayang…” pinta tante Ulfa.
“Cabut dulu…” ujar tante Ulfa.
“Sini tante isepin…” katanya lagi.
“Cabut dulu…” ujar tante Ulfa.
“Sini tante isepin…” katanya lagi.
Aku cabut penisku dari memeknya, lalu
aku arahkan ke mulutnya. Tante Ulfa lalu menghisap penisku sambil
mengocoknya. Tak lama, crott.. crott.. crott.. crott.. Air maniku keluar
di dalam mulut tante Ulfa banyak sekali. Aku tekan penisku lebih dalam
ke dalam mulut tante Ulfa. Tante Ulfa dengan tenang menelan air maniku
sambil terus mengocok penisku. Lalu dia menjilati penisku untuk
membersihkan sisa air mani di penisku. Sangat nikmat rasanya besetubuh
dengan tante Ulfa.
Aku segera berpakaian. Tante Ulfa juga segera mengenakan kimononya tanpa BH dan celana dalam.
“Kamu hebat, Vian.. Kamu bisa memuaskan tante,” ujar tante Ulfa.
“Kalo tante butuh kamu lagi, kamu mau kan?” tanya tante sambil memeluk aku.
“Kapan saja tante mau, Vian pasti kasih,” kataku sambil mengecup bibirnya.
“Terima kasih, sayang,” ujar tante Ulfa.
“Kamu hebat, Vian.. Kamu bisa memuaskan tante,” ujar tante Ulfa.
“Kalo tante butuh kamu lagi, kamu mau kan?” tanya tante sambil memeluk aku.
“Kapan saja tante mau, Vian pasti kasih,” kataku sambil mengecup bibirnya.
“Terima kasih, sayang,” ujar tante Ulfa.
“Vian kembali ke kamar ya, tante? Mau tidur,” kataku.
“Iya, sana tidur,” katanya sambil meremas penisku mesra. Kukecup bibirnya sekali lagi, lalu aku segera keluar.
“Iya, sana tidur,” katanya sambil meremas penisku mesra. Kukecup bibirnya sekali lagi, lalu aku segera keluar.
Besoknya, setelah Papa pergi ke kantor, mama duduk di sampingku waktu aku makan.
“Vian, semalam kamu ngapain di kamar tante Ulfa sampe subuh?” tanya mama mengejutkanku.
Aku terdiam tak bisa berkata apa-apa.
Aku sangat takut dimarahi mama. Mama tersenyum. Sambil mencium pipiku,
mama berkata, “Jangan sampai yang lain tahu ya, Vian. Mama akan jaga
rahasia kalian. Kamu suka tante kamu itu ya?” tanya mama. Plong rasanya
perasaanku mendengarnya.
“Iya, Ma.. Vian suka tante Ulfa,” jawabku.
“Baiklah, mama akan pura-pura tidak tahu tentang kalian…” ujar mama.
“Kalian hati-hatilah…” ujar mama lagi.
“Kenapa mama tidak marah,” tanya aku.
“Karena mama pikir kamu sudah dewasa. Bebas melakukan apapun asal mau tanggung jawab,” ujar mama.
“Baiklah, mama akan pura-pura tidak tahu tentang kalian…” ujar mama.
“Kalian hati-hatilah…” ujar mama lagi.
“Kenapa mama tidak marah,” tanya aku.
“Karena mama pikir kamu sudah dewasa. Bebas melakukan apapun asal mau tanggung jawab,” ujar mama.
“Terima kasih ya, Ma…” kataku.
“Vian sayang mama,” kataku lagi.
“Vian, tante dan Papa kamu sedang keluar.. Mau bantu mama gak?” tanya mama.
“Bantu apa, Ma?” aku balik tanya.
“Mama ingin…” ujar mama sambil mengusap penisku.
“Vian akan lakukan apapun buat mama…” kataku. Mama tersenyum.
“Mama tunggu di kamar ya?” kata mama. Aku mengangguk..
Sejak saat itu hingga saat ini aku
menikah dan punya 2 anak, aku tetap bersetubuh dengan tante Ulfa dan
Mama kalau ada kesempatan. Walau sudah agak berumur tapi kecantikan dan
kemolekan tubuhnya masih tetap menarik.“Vian sayang mama,” kataku lagi.
“Vian, tante dan Papa kamu sedang keluar.. Mau bantu mama gak?” tanya mama.
“Bantu apa, Ma?” aku balik tanya.
“Mama ingin…” ujar mama sambil mengusap penisku.
“Vian akan lakukan apapun buat mama…” kataku. Mama tersenyum.
“Mama tunggu di kamar ya?” kata mama. Aku mengangguk..