Olah Raga paling gokil paling mesum oleh fans487
Cerita Dewasa – Ketika
aku masuk ke kamarku Bu Dina dan Bu Venny sudah rapi. Baru 1 hari
barang belanjaannya sudah banyak. Aku kembali mengingatkan komitmen
sebelum berangkat agar tidak membeli oleh-oleh dan belanja barang. Nanti
akan kerepotan dan berat. Apalagi perjalanan masih jauh dan panjang.
Mereka akhirnya berjanji tidak akan
belanja lagi kecuali yang akan mereka pakai. Tempat perbelanjaan di
depan masih banyak dan makin menarik, seperti Paris, Madrid, Berlin dan
masih banyak lagi.
Kami lalu berbarengan keluar kamar.
Sambil menuju lift kami mampir di kamar sebelah dan setelah di ting tong
penghuninya keluar dengan tampang seger-seger. Di lobby aku sudah
ditunggu sih Vonny, wuihh cakep nih bule dan supir limosin. Vonny kuajak
masuk coffe shop untuk sarapan. Dia nolak katanya sudah sarapan, tapi
kemudian nurut juga ketika aku minta berkenalan dengan anggota
rombongan.
“Buset dah si Jay katanya belum pernah
ke Belanda, tapi pagi-pagi gini udah disamperin cewe Belanda, mana cakep
lagi,” goda Bu Henny.
Aku perkenalkan satu persatu anggota
rombongan dan kepada anggota rombongan aku jelaskan bahwa Vonny adalah
pemandu yang akan menjadi penerjemah sekaligus guide.
Selesai makan pagi sudah hampir jam 10
kami berangkat dengan mobil berkapasitas 8 orang. Woiih mercy lagi, aku
kagum . Sopirnya belanda totok, Vony duduk di belakang bersama ibu-ibu
dan aku duduk di depan mendampingi Sopir.
Dengan lagak bahasa Belanda aku tegur
supir, bunyinya aja deh ya “ guye morgen,” di sambut juga dengan bahasa
belanda selamat pagi. “ Hu hate met yo,” di jawab gud,” Lalu dia tanya
aku apa bisa bahasa belanda “ Mbeitje” . Ya sedikit aja yang ku tahu.
Teguran ini hanya untuk mencairkan
suasana agar tidak kaku dengan pak Sopir. Di belakang si bule Vony
sedang diinterview sama mak-mak, sampai dia bingung mau jawab, abis
semua pada nanya.
Kami mengunjungi museum Heineken, pabrik
bir yang punya museum. Aku di sana puas juga menenggak bir. Dari sana
kami ke sex museum. Wah ibu ibu pada cekikikan melihat berbagai alat
peraga. Kalau mereka pergi ama suami dan pasti ada anak-anak mana
mungkin kunjungan ke tempat ginian..
Perut sudah mulai keroncongan, aku minta
pak Sopir untuk menuju salah satu restoran Indonesia di Amsterdam.
Untungnya waiternya banyak orang Indonesia, jadi komunikasi gak ribet.
‘’ Eh lha kok ada gado-gado, “ kata Bu Shinta.
Setelah kenyang aku minta pak Sopir
mengarahkan kendaraan agak keluar kota menuju pasar Keju . Disana
berbagai macam keju di jajakan. Ibu-ibu sudah histeris ingin membeli
bermacam-macam keju, tapi kuingatkan bahwa perjalanan masih panjang.
Mereka akhirnya membeli ala kadarnya untuk sekedar icip-icip.
Ada satu desa apa namanya ya aku lupa,
Aku sudah janjian di sana ada acara belajar memasak masakan Belanda.
Pemandangan luar kota yang menawan dengan kincir angin. Sebuah rumah
yang kami tuju kebetulan dekat pula dengan kincir.
Kami disambut dan rombongan di bawa ke
bagian belakang bangunan. Di sana rupanya sudah disiapkan berbagai bahan
makanan dan bahan kue. Pemiliknya ibu-ibu gendut Belanda totok, tapi
masih bisa bahasa Inggris. Di sinilah Vony berperan, Ia menterjemahkan
penjelasan mengenai resep dan cara memasak . Sementara mereka sibuk dan
asyik aku pinjam sepeda dan berkeliling desa dengan sepeda.
Dua jam lebih mereka asyik dengan
berbagai resep makanan dan kue. Sementara si Vonny bukan hanya sibuk
menterjemahkan, tetapi juga repot menulis resep yang diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia.
Wajah puas terlihat dari air muka
anggota rombonganku. Mereka memuji acara yang aku susun hari ini. Aku
katanya berbakat jadi tour leader. Beberapa dari mereka meski sering ke
belanda, tetapi fokus perhatiannya hanya belanja dan tempat tempat yang
umumnya dikunjungi turis. Sedang acara yang aku susun sebisa mungkin
mereka bisa merasakan kehidupan Belanda. Nanti kalau kembali lagi dari
tour sebelum bertolak kembali ketanah air bakal ada acara yang heboh dan
gak mungkin mereka mendapatkannya tanpa bersamaku. Aku akan menulisnya
pada episode berikutnya.
Setelah kembali ke hotel, anggota
rombonganku menyarankan agar Vonny di ajak saja keliling Eropa, dia
orangnya baik dan smart. Aku lalu mengatakan bahwa masih ada vonny vonny
lain yang menunggu di masing-masing negara, tenang aja.
Setelah mandi dan badan segar lagi,
ibu-ibu menanyakan apa acara malam ini. Aku jelaskan bahwa malam ini
kita perlu cepat tidur, sebab besok pagi sekali harus sudah berada di
stasiun kereta untuk menuju Brusel. Kami makan malam di restoran di
hotel yang ternyata menghidangkan menu prasmanan dari berbagai selera,
dari mulai oriental sampai Eropa.
Jam 9 kami sudah kembali ke kamar
masing-masing. Mataku masih segar belum mengantuk, Bu Henny dan Bu Venny
juga begitu. Dia hanya berganti baju tidur, sedang aku memakai celana
pendek dan kaus oblong. Bel kamar berbunyi dan aku buru-buru membukakan
pintu. Ternyata 3 ibu-ibu tadi langsung menyerbu masuk kamar. Suasana
jadi seperti pasar, semua berceloteh. “ Eh di Amsterdam ini tontonan
life shownya katanya bagus lho, apa kita nggak nonton, “ tanya Bu
Shinta.
Aku menjelaskan daerah lampu merah
tempat pertunjukan itu agak rawan. Aku khawatir kalau kita kesana malah
diperas. Mereka akhirnya paham, mengapa aku tidak mengacarakan melihat
live show.
“ Udahlah dari pada nonton live show di
luar, di sini aja kita buat live show,” kata Bu Vence. Ibu ibu tidak
mengerti aku juga nggak paham.
“Gini kita buat acara live show, si Jay pemainnya dengan salah satu dari kita,” kata Bu Vence.
“Gini kita buat acara live show, si Jay pemainnya dengan salah satu dari kita,” kata Bu Vence.
Tak kusangka semua emak-emak itu malah
antusias dan setuju dengan gagasan bu Vence. Aku lalu berpikir bagaimana
cara memilihnya. Tiba –tiba masuk ide buat arisan. Maksudnya aku
membuat gulungan kertas dan di dalam kertas itu aku tulis no urut 1
sampai 5. Siapa yang dapat no 1 dialah yang akan menjadi pasanganku
pertama. Ok semua setuju dan mulai lah dikocok.
Pemegang No 1 ternyata Bu Henny. Dia
tersipu-sipu malu. Yang lainnya bertepuk tangan. Aku lalu mengatur
pentas yaitu sofa bed dan di sekelilingnya ku gelar bed cover sehingga
ibu bisa nonton sambil lesehan di bawah.
Lagu dari saluran hotel dikeraskan
volumenya.Aku memilih lagu klasik. Sebelum aku memulai pertunjukan aku
meminta suasana yang seimbang. Semua penonton kuminta juga telanjang.
Semua setuju lalu buka baju. Jadilah kami bereman bugil. Aku berbisik
kepda Bu Henny, agar dia pura-pura mendesah dan agak mengeraskan
suaranya. Ini maksdunya untuk membuat para penonton iri dan
mudah-mudahan mereka akan tersiksa karena terangsang. Bu Henny setuju
dan mengangguk.
Aku masuk ke kamar mandi dan menyabuni
kemaluanku sampai wangi, Bu Henny juga melakukan hal yang sama. Kami
keluar dari kamar mandi bergandengan dengan telanjang. Kami duduk di
tepi sofa bed lalu aku mulai mencium bibir bu Henny dari posisi duduk
akhirnya Bu Henny menarik tubuhku sampai aku menindih badannya. Aku
entah berbakat, atau entah karena dorongan ingin mengiming-imingi
penonton bisa berlagak main dengan hot.
Bu Henny yang aku ciumi kedua putingnya
mulai menggeliat-geliat sambil mendesis dan mengerang. Saranku
diikutinya. Dengan gerakan lambat mengikuti irama lagu klasik aku mulai
menciumi kemaluannya. Bu Henny makin mengerang keras. Dia ternyata
berbakat pula. Aku memutar posisi sehingga kami jadi 69. Bu Henny
melumat batangku sambil bersuara seperti menyedot kuah di sendok, atau
seperti orang kepedasan.
Para penonton aku lirik mulai terpaku
dan semuanya diam. Sambil aku mengoral Bu Henny jariku masuk ke dalam
vaginanya . Kami main hampir 30 menit lalu Bu Henny berteriak dengan
irama yang sangat merangsang. Dia benar-benar mencapai orgasme. Aku
mengubah posisi Bu Henny agar kami bisa bermain dog style, lalu beganti
posisi WOT, berubah lagi Bu Henny duduk di pangkuan ku . Kami bermain
sampai sekitar 10 posisi kamasutra.
Kulirik ibu-ibu penonton mulai gelisah.
Kembali ke posisi MOT aku menggnjot keras sambil bersuara dan Bu Henny
juga melenguh aku hampir mencapai tapi udah keburu di dahuli bu Henny di
mengerang panjang sekali dan aku terpaksa berhenti sejenak. Setelah O
nya reda aku kembali menggenjot dengan kasar dan ketika akan ejakulasi
kutarik batangku dan ku lepas di atas perut Bu Henny.
Semua penonton tepuk tangan. Padahal
sebelumnya aku melirik mereka menekan-nekan susunya dan tangannya
menangkup dikemaluan. Horny juga para penonton rupanya.
“Wah sialan shownya merangsang bener,”
“Iya nih gua sampai becek,”
“Wah sialan shownya merangsang bener,”
“Iya nih gua sampai becek,”
Aku bangkit ke kamar mandi dan membersihkan batangku dengan sabun dan menyirami tubuhku dengan cologne.
Aku kembali dengan batang yang gontai lemas tergantung. Aku lalu menanyakan apa show mau dilanjutkan.
Aku kembali dengan batang yang gontai lemas tergantung. Aku lalu menanyakan apa show mau dilanjutkan.
“Emang situ masih kuat, “tanya bu Shinta.
“Kita lihat aja nanti, saya siap menghadapi 5 musuh sekalian, “kataku sumbar.
“Lanjut,” kata Bu Dina.
Aku lalu menanyakan siapa yang tadi dapat gulungan no 2.
Ternyata Bu Vence.
“Kita lihat aja nanti, saya siap menghadapi 5 musuh sekalian, “kataku sumbar.
“Lanjut,” kata Bu Dina.
Aku lalu menanyakan siapa yang tadi dapat gulungan no 2.
Ternyata Bu Vence.
Dia kupersilahkan naik ke panggung dan
kuminta mengoralku agar penisku bangkit. Dia menurut, karena dia rupanya
sudah terangsang berat. Ini terasa dari gerakannya mengoralku dengan
semangat. Batangku yang sedang loyo, di sedotnya kuat-kuat seperti
menyedot darah dari tubuh lain agar berkumpul ke penis.
Aku mulai berakting mengerang-erang. “ Ayo Ven sikat terus, “ kata Bu Shinta.
Barangku pelan-pelan mulai bangun sampai akhirnya keras cukup sempurna. Aku merasa tidak perlu mengoral Bu Vence. Aku langsung memeluk dia dan mengatur agar dia berada di atas duduk besimpuh. Gerakannya nggak kareuan karena dia juga mengernang sambil meremas sendiri susunya. Permainan dengan Bu Vence cukup 10 menit dia sudah game dan ambruk.
Barangku pelan-pelan mulai bangun sampai akhirnya keras cukup sempurna. Aku merasa tidak perlu mengoral Bu Vence. Aku langsung memeluk dia dan mengatur agar dia berada di atas duduk besimpuh. Gerakannya nggak kareuan karena dia juga mengernang sambil meremas sendiri susunya. Permainan dengan Bu Vence cukup 10 menit dia sudah game dan ambruk.
Aku merasa ejakulasiku masih lama. Aku
lupa menjelaskan sebelum ini bahwa selain aku makin mahir melakukan
terapi frefleksi dan hipnoterapi, aku juga mendalami latihan pernafasan.
Olah nafas ini sangat membantu pengendalian diri, termasuk pengendalian
ejakulasi.
Berikutnya No 3 adalah Bu Dina. Dia
mengambil posisi rebah dan aku mulai merangkak diatas tubuhnya. Aku
memulainya dengan menciumi kedua putingnya. Bu Dina yang susunya besar,
mendesis-desis. Batang penisku yang dari tadi menunggu giliran segera
kubenamkan ke tubuh bu Dina. Dia berteriak ketika batangku menguak
rongga vaginanya. Dia berteriak bukan menunjukan rasa sakit, tetapi di
berteriak karena enak.
Aku mulai menggenjot dengan gerakan
lamban sambil mencari posisi yang paling dirasa enak oleh Bu Dina.
Ketika aku baca responnya dia mendesis-desis maka aku berusaha bertahan
pada posisi itu. Gerakan makin ku percepat dan sekitr 7 menit Bu Dina
sudah menjerit orgasme.
Pemegang No 4 adalah Bu Venny. Dia
langsung tidur telentang dan kedua kakinya ditekuk. Aku diminta
mengoralnya dulu. Apa kata para tuan putri aku harus menurutinya. Aku
segera mengoral. Clitorisnya sudah mengeras. Aku lalu memusatkan ke
benjolan itu. Dia mengerang dan menggelinjang ketika lidah ku menyapu
clitnya. Aku juga memasukkan jariku ke dalam sambil mengelus elus liang
vaginanya. Belum ada 5 menit dan belum juga orgasme dia sudah menarik
badanku ke atas agar aku menindihnya dan dia buruburu memasukkan
batangku ke dalam vaginanya.
Begitu terbenam aku segera mengenjotnya.
Dia mengerang berulang ulang dan tiba-tiba menarik pantatku kuat sekali
lalu dia melenguh panjang. Beliau nyampe dan tepuk tangan kembali
terdengar.
“Jay cuci dulu Jay,” kata Bu Shinta yang
memegang undian no 5. Aku tidak membantah dan berjalan ke kamar mandi
membersihan sekitar kemaluanku dengan sabun sampai dua kali dan badanku
kembali kusiram cologne. Aroma segar memancar dari tubuhku sehingga
semangatku bangkit kembali.
Bu Shinta memintaku tidur telentang dia
akan melakukan woman domination. Dijilatinya kedua putingku lalu perutku
lalu paha dan turun ke lutut. Lutut adalah kelemahanku. Aku merasa
sangat kegelian jika lutut dijilati begini, aku menggelinjang kegelian.
Dia makin bersemangat aku makin kegelian. Untunglah dia segera naik dan
mengulum penisku. Aku mulai berakting dengan suara erangan. Bu Shinta
makin semangat. Rupanaya dia jadi tambah on sehingga Dia segera
mendudukiku dan batangku ditelan oleh vaginanya..
Bu Shinta bergerak liar maju mundur dan
naik turun sambil mengerang-erang sendiri. Hampir 10 menit dia memacuku
sampai akhirnya dia jatuh lemes telungkup menindihku. Vaginanya terasa
berkedut berkali-kali.
Jika aku turuti nafsuku, aku ingin juga
berejakulasi. Namun jika aku sampai ejakulasi, maka badanku akan lemas
dan energi untuk menggembala ibu-ibu ini jadi lemah. Aku terpaksa
menahan diri tidak mengejakulasi. Ilmu mengendalikan diri seperti ini
memang paling berat diantara mengendalikan nafsu-nafsu lainnya. Namun
karena tekadku keras akhirnya aku berhenti taanpa ejakulasi.
Semua ibu-ibu lawan mainku mengagumiku.
Mereka mengelus-elus rambutku dan menyatakan salut atas keperkasaanku.
Aku sebetulnya bukan perkasa. Aku berusaha tidak menikmati permainan ini
dan larut dengan nafsu dan juga mengendalikan pernafasanku untuk
menahan gejolak birahi yang terus mendongkrak-dongkrak.
Seluruh live show berakhir dalam waktu
sekitar 2 jam. “ Wah ini pertunjukannya lebih hebat, kita pun bisa
terlibat, gratis lagi,” kata Bu Shinta yang sudah kembali berpakaian.
Mereka sudah kembali berpakaian
sementara aku masih bugil dengan senjata terus menodong kemana-mana.
Untuk menentramkannya aku masuk ke kamar mandi dan mandi dengan air
dingin. airnya dingin sekali, sampai batangku jadi ciut pula.
Aku merasa segar dan ketika aku keluar
dari kamar mandi kamar sudah temaram dan ibu-ibu dari kamar sebelah
sudah kembali. Bu Dina memanggilku. Aku dimintanya tidur diantara dia
dan Venny. Aku tak kuasa menolak.
Tapi sebelumnya aku harus telpon ke
front office agar morning call jam 5 pagi. Ke kamar sebelah juga kuminta
morning call jam 5 pagi. Sebab besok kami dijadwalkan berangkat dengan
kereta api Thalys ke Brussel jam 7 pagi kurang 4 menit.
Aku jatuh tertidur lelap dipeluk dari kanan kiri oleh dua wanita yang mengagumiku.