Olah Raga paling gokil paling mesum oleh fans487
Cerita Dewasa – Dia
tersenyum memandangku, lalu bergegas menuju kamar mandi. Saat dia
menutup kamar mandi, aku sempat dengar langkah kaki berlari menjauh dari
arah pintu ruang tamu. Aku cepat-cepat menuju ruang tamu ingin
mengetahui siapa yang baru saja dari sana. Sempat kulihat warna bajunya,
biru seperti yang dipakai Reni. “Mungkinkah..?” batinku.
Aku kembali ke ruang TV, sambil
menebak-nebak, “Apa iya.. tadi itu si Reni, terus kalau benar, berarti
dia tahu dong kita lagi ngapain..? Waduh, terlalu serius sih tadi…
jadinya begini deh.”
Kurang lebih 20 menit, Tante dan Reni
datang dari pasar, Tante katanya mau masak Sop buntut dan membuat Rujak
cingur. Siang jam 12:30, Ana mengajakku untuk makan. Saat makan, Reni
kelihatan agak canggung melihatku, pikiranku lalu menghubungkan dengan
peristiwa yang tadi kualami.
“Berarti tadi memang benar Reni..” pikirku.
Kami tidak bicara banyak saat di meja makan. Akhirnya sore pun tiba, Omku sudah datang sejak jam 3:00 tadi. Aku lewatkan seharian dengan bermain playstation dengan Ana, sedangkan Reni dari tadi berada di dalam kamarnya. Tidak tahu sedang berbuat apa dia, betah-betahnya di dalam kamar terus. Tante sendiri ke rumah tetangga untuk membantu masak, kebetulan tetangga ada yang sedang punya hajat.
Kami tidak bicara banyak saat di meja makan. Akhirnya sore pun tiba, Omku sudah datang sejak jam 3:00 tadi. Aku lewatkan seharian dengan bermain playstation dengan Ana, sedangkan Reni dari tadi berada di dalam kamarnya. Tidak tahu sedang berbuat apa dia, betah-betahnya di dalam kamar terus. Tante sendiri ke rumah tetangga untuk membantu masak, kebetulan tetangga ada yang sedang punya hajat.
Jam 8:00 malam, aku membaca-baca majalah
di ruang tamu. Ana dan Reni di ruang TV sedang nonton HBO, tidak tahu
apa film-nya. Tante sudah tidur di kamar belakang, lelah sehabis
membantu tetangga. Si Om malam ini mendapat tugas jaga malam. Jam 9:00,
Ana ke ruang tamu, dia bicara padaku kalau mau tidur duluan, Reni masih
mau nonton TV menunggu opera sabun kegemarannya di HBO kata Ana.
Ana suruh aku menemani Reni di ruang TV,
soalnya si Reni anaknya sedikit penakut katanya. Jadi aku pindah ke
ruang TV, kubawa majalah yang sedang kubaca. Aku rebahkan badanku di
sofa panjang di depan TV. Reni sendiri duduk di kursi favoritnya, tanpa
sekali pun menengok ke arahku. Aku teruskan baca artikel yang sempat
terputus tadi, sambil sekali-sekali aku melihat ke arah televisi. Aku
lihat ke arah jam tanganku, ternyata sudah jam 11:13.
Aku berkata kepada Reni, “Ren.. kamu ngga ngantuk?”
Dia tidak menjawab, kuulangi lagi dua kali baru dia menjawab, “Belum ngantuk kok Mas, lagian film-nya barusan mulai nih.”
“Oke.. kalau gitu Mas pergi tidur dulu ya..?”
“Ntar dulu dong Mas, tunggu film-nya abis… kan Reni takut nonton sendirian, film-nya agak horor nih!” pintanya.
“Sofanya dibuka aja… jadiin tempat tidur, Mas tidur di situ aja.” katanya lagi.
“Emang bisa Ren..? Oke deh Mas coba.”
Dia tidak menjawab, kuulangi lagi dua kali baru dia menjawab, “Belum ngantuk kok Mas, lagian film-nya barusan mulai nih.”
“Oke.. kalau gitu Mas pergi tidur dulu ya..?”
“Ntar dulu dong Mas, tunggu film-nya abis… kan Reni takut nonton sendirian, film-nya agak horor nih!” pintanya.
“Sofanya dibuka aja… jadiin tempat tidur, Mas tidur di situ aja.” katanya lagi.
“Emang bisa Ren..? Oke deh Mas coba.”
Aku coba deh usul Reni, dan aku akhirnya
tidur di sofa yang sudah diubah menjadi tempat tidur itu. Tidak tahu
berapa lama aku tertidur di situ, tiba-tiba aku terbangun merasakan
tanganku ada yang memegang. Aku buka mataku sedikit-sedikit, terlihat
olehku Reni memegang tanganku, digosok-gosokkannya tanganku ke
selangkangannya. Terasa olehku bulu-bulu halus di ujung jariku. Kulirik
mukanya, dia mendesah amat pelan. Wajahnya menghadap ke arah televisi,
aku jadi curiga, jangan-jangan?
Aku lalu mencoba melihat ke layar
televisi, ternyata di sana terlihat film-nya sudah bukan HBO lagi.
Kesimpulanku, si Reni ternyata suka nonton sampai malam berarti hanya
untuk menyetel VCD porno. Wow! berarti kakaknya kalah dong sama adiknya.
Perlu diketahui, jarak umur antara Ana dengan Reni hanya 1 tahun lebih
sedikit, apalagi Reni anaknya agak bongsor, tingginya sepundakku, tidak
begitu gemuk tetapi cukup berisi.
Singkat kata, aku beruntung kali ini,
karena mendapat daun muda nih. Perlahan, tanganku yang masih bebas
berusaha melorotkan celana dalamku ke bawah. Sementara Reni masih asyik
dengan kegiatannya yang semakin lama semakin menjadi, dia seperti
terobsesi dengan film dari VCD tersebut. Lenguhannya kadang-kadang
terdengar keras.
Lalu perlahan-lahan tanganku yang dia
pegang kutarik ke arah kemaluanku. Setelah dekat, tanganku yang satunya
dengan cepat kurangkulkan ke pinggangnya dan menariknya ke atas tubuhku.
Dia kaget sekali, hampir dia berontak, tetapi selanjutnya dia justru
memegang batang kejantananku dan mulai mengocok-ngocok dengan lembut.
Aku pun lalu mengimbanginya, kuubah posisiku agar lebih enak dengan
bersandar ke belakang, ke sandaran sofa.
Dia menoleh ke arahku, terlihat wajahnya
yang khas ABG, mengingatkanku kepada cewek-cewek yang suka nongkrong di
mall-mall. Posisi tubuh kami akhirnya saling berhadapan, dia
menggesekkan tubuhnya naik turun. Payudaranya ditempelkan ke dadaku.
Nafasnya terdengar keras, khas orang yang sedang terangsang berat,
“Sshhhsshhsshhss…” seperti itu deh kalau tidak salah.
T-shirtnya yang gombrong mulai basah
terkena keringatnya, memang malam itu udara terasa sangat panas, aku
sendiri juga merasa kepanasan. Aku peluk dia, tanganku kutelusupkan ke
dalam t-shirtnya dari belakang, sedangkan bibirku tidak tinggal diam
begitu saja, kucium belakang kupingnya dengan pelan, kuhembuskan nafas
secara perlahan ke daun telinganya.
Terasa olehku Reni semakin menggila,
terasa dari gerakan tubuhnya yang turun naik dengan cepat, digesekkannya
dadanya ke dadaku, juga selangkangannya dia gesek-gesekkan ke
kemaluanku dengan bernafsu. Tanganku yang berada di punggungnya,
akhirnya kugeser ke pantatnya, dari atas punggung kugerakkan ke bawah,
masuk ke celananya sebelum sampai ke pantat.
Kuputar ke samping dengan agak cepat,
lalu kuteruskan ke pinggang mencari celana dalamnya, kuraba dari luar
celana dalamnya, pantatnya yang empuk kuremas dengan gemas. Aku
menyesuaikan dengan irama gerakannya yang maju mundur. Kontan dia makin
menggila, tangannya naik ke atas, rambutnya menyuguhkan gerakan yang
erotis sekali. Dia berusaha menanggalkan t-shirtnya.
Setelah t-shirtnya lepas, dia pegang
kepalaku, menariknya ke arahnya dan melumat bibirku dengan sangat
bernafsu. Reni tidak memakai BH, payudaranya yang berukuran lumayan
besar terlihat mengkilat karena basah oleh keringat. Aku menjilat-jilat
payudaranya, kukulum putingnya yang kecil dan tidak begitu menonjol.
Dia berteriak pelan, “Mas..!”
Aku lalu berpindah ke bibirnya yang mungil, kulumat dengan bernafsu bibirnya itu. Dia mendesah keenakan, akhirnya dia tidak tahan lagi.
Aku lalu berpindah ke bibirnya yang mungil, kulumat dengan bernafsu bibirnya itu. Dia mendesah keenakan, akhirnya dia tidak tahan lagi.
“Ayo Mas, kayak yang di VCD itu lho Mas…” pintanya.
Kujawab, “Yang gimana Ren..?”
“Cepetan dong Mas… Reni udah ngga tahan nih..”
“Emang Reni udah pernah..?”
“Belum Mas… makanya Reni pengen coba, cepetan dong Mas…”
Kujawab, “Yang gimana Ren..?”
“Cepetan dong Mas… Reni udah ngga tahan nih..”
“Emang Reni udah pernah..?”
“Belum Mas… makanya Reni pengen coba, cepetan dong Mas…”
Kami lalu berdiri berhadapan, aku
melepas pakaian yang melekat di tubuhku, dia begitu juga melepas semua
pakaian di tubuhnya. Dengan bernafsu dia pegang batang kemaluanku untuk
dikocok-kocok, sensasinya, wuah! Tidak tergambarkan. Dipegang oleh anak
baru umur 18 tahun! Lalu sebentar kemudian, dia melepas batang
kemaluanku dan membalikkan tubuhnya, berpegangan pada lemari buku.
Posisinya sekarang agak menungging
membelakangiku, pantatnya yang belum begitu besar terlihat kenyal. Dari
belakang, aku melihat kemaluannya sudah merekah, ada daging yang keluar
dari kemaluannya, entah apa itu namanya. Mungkin itu kli yang dinamakan
clitoris. Tetapi pemandangan itu menjadikan batang kejantananku menjadi
berdenyut-denyut ingin merasakannya.
Kudekati dia, kugesek-gesekkan kepala
senjataku ke daging yang menyembul keluar itu. Tangan Reni dengan
tergesa-gesa menarik batang kejantananku untuk segera dimasukkan ke
dalam liang kemaluannya. Terasa agak sulit untuk memasukinya, kutusukkan
dengan keras karena aku sudah sangat bernafsu. Aku melihat ke arah
wajahnya. Pandangannya ternyata ke arah layar televisi, sambil sesekali
bibirnya mengeluarkan desahan-desahan merangsang.
“Gila!” pikirku, “Dia ternyata maniak sama VCD porno.”
Aku tingkatkan kecepatanku dalam menggoyang. Lama-lama aku merasa pinggangku capek, dan aku coba mengarahkan dia untuk mengganti posisi classic, aku tiduran dan dia yang di atasku. Dia menurut. Sambil memegang pantatnya, aku tiduran dan menikmati goyangannya. Badannya terlihat mungil bila dibandingkan dengan tubuhku, suara desahannya terdengar melengking lirih di telingaku.
Aku tingkatkan kecepatanku dalam menggoyang. Lama-lama aku merasa pinggangku capek, dan aku coba mengarahkan dia untuk mengganti posisi classic, aku tiduran dan dia yang di atasku. Dia menurut. Sambil memegang pantatnya, aku tiduran dan menikmati goyangannya. Badannya terlihat mungil bila dibandingkan dengan tubuhku, suara desahannya terdengar melengking lirih di telingaku.
Pada puncak kenikmatannya, dia
melengkungkan tubuhnya ke belakang, tangannya menahan berat badan
tubuhnya dengan gemetar. Rasa hangat yang terasa oleh batang
kejantananku menjadi bertambah seiring dengan tercapainya puncak
kenikmatannya. Sedangkan aku sendiri belum merasakan puncak. Reni
merangkulku dengan lemas. Setelah itu, dia berbisik ke kupingku.
“Makasih ya Mas, Mas telah memberi Reni melebihi dari mbak Ana…”
“Jreng! Terkuaklah kebenaran peristiwa siang tadi, ternyata memang benar. Reni telah melihatku bermesraan dengan kakaknya.” daliam hatiku.
“Loh, jadi tadi Reni ngelihat Mas padi gituan sama mbak Ana to?”
“Heeh Mas… Reni kepingin, lagian Reni sering ngeliat di VCD. Kayaknya enak banget deh Mas… dan ternyata memang bener.”
“Oke deh, tapi Mas Padi belom sampai puncak nih.. gimana dong? Kan kasihan Reni udah capek.”
“Jreng! Terkuaklah kebenaran peristiwa siang tadi, ternyata memang benar. Reni telah melihatku bermesraan dengan kakaknya.” daliam hatiku.
“Loh, jadi tadi Reni ngelihat Mas padi gituan sama mbak Ana to?”
“Heeh Mas… Reni kepingin, lagian Reni sering ngeliat di VCD. Kayaknya enak banget deh Mas… dan ternyata memang bener.”
“Oke deh, tapi Mas Padi belom sampai puncak nih.. gimana dong? Kan kasihan Reni udah capek.”
“Begini aja Mas… dari tadi siang emang
Reni udah merencanakan ini, gini rencana Reni, tadi waktu Reni ngeliat
Mas sama Mbak Ana gituan, sebenarnya Reni mo ngambil Dompet Mama yang
ketinggalan. Trus Reni punya rencana, Reni beli CTM (obat tidur) buat
dikasih ke minuman Mama ama Mbak Ana, nah.. tadi Mbak Ana sama Mama udah
minum obatnya (dicampur sama teh) masing-masing 3 butir.. hehehe.”
“Terus gimana dong?” sahutku.
“Sekarang Mbak Ana kan pasti pules banget tidurnya, diapa-apain pasti ngga bangun deh. Kan tempat tidur sebelahnya lagi kosong…”
“Heh!” aku spontan tahu apa yang dimaksudkannya, “Sip deh! Oke Ren! Sekarang kita pindah aja ke kamarmu…”
“Ayo..!”
“Sekarang Mbak Ana kan pasti pules banget tidurnya, diapa-apain pasti ngga bangun deh. Kan tempat tidur sebelahnya lagi kosong…”
“Heh!” aku spontan tahu apa yang dimaksudkannya, “Sip deh! Oke Ren! Sekarang kita pindah aja ke kamarmu…”
“Ayo..!”
Kemudian kami berdua berdiri dan menuju
ke arah kamar Ana. Memang benar Ana tertidur lelap. Hanya iseng saja,
aku membuka dasternya dan menyentuh kewanitaannya Ana dan memasukkan
jari telunjuk dan tengah. Ternyata memang tidak bangun! Hanya saja dia
mengeluarkan sedikit lenguhan-lenguhan nikmat yang dia rasakan. Kemudian
aku mulai memainkan vaginanya sampai basah. Tetap saja Ana tidak bangun
sama sekali.
“Mas, udah dong. Kok malah Mbak Ana yang dimaenin. Giliran Reni dooong…” keluh Reni karena sudah terbalut nafsu yang tinggi.
Padahal tadi sudah puas. Lagipula aku juga sudah bernafsu karena tadi dalam permainan pertama belum selesai.
Padahal tadi sudah puas. Lagipula aku juga sudah bernafsu karena tadi dalam permainan pertama belum selesai.
Kemudian aku melepaskan jilatan pada
vagina Ana dan berpaling ke Reni ysng sudah mulai memuncak nafsunya.
Kemudian aku mulai naik ke atas ranjang dan menidurkan Reni. Secara
intense, kami pun mulai pagutan. Tetapi ketika kami berciuman, beda
sekali dengan yang pertama. Seperti disirap, kucium pipinya, mulutnya,
berhenti lama di situ. Mulut kami berpagut seperti memecah ribuan rindu.
Lidah kami bermain di sana.
Tidak lama kemudian, kuturunkan lidahku
ke arah lehernya, dia menggelinjang, matanya terpejam, tangannya
bergidik seperti menahan gelombang perasaannya sendiri. Ketika putingnya
kuraba, dia mulai melenguh. Dengan gerakan halus, aku mulai
meremas-remas sehingga Reni merasa keenakan. Sementara bibirku sudah
beralih, tidak lagi di bibirnya tetapi sudah menjilati telinga, dan
lehernya.
Karena buah dadanya sudah terbuka,
mulutku pun bergeser ke puting susunya yang sudah menegang. Ketika
kumainkan dengan lidahku, lenguhannya semakin panjang. Tangan kananku
pindah ke arah vaginanya dan mulai meremasnya. Sambil memainkan
klitorisnya, aku terus menjilati kedua payudaranya.
Ketika aku merasakan kemaluannya sudah
sangat basah, aku mulai bernafsu untuk melakukan foreplay yang lebih
lama. Tidak lama kemudian, mulutku menjilat ke arah perut, pinggang dan
sasaran terakhir adalah klitorisnya yang merah. Karena tidak tahan, Reni
berontak dan ingin merubah posisi.
“Ren, duduk di depan mukaku…” pintaku sambil menolongnya berpindah posisi.
Dia pun kemudian duduk dan menempatkan liang kenikmatannya tepat di wajahku. Lidah dan mulutku kembali memberikan kenikmatan baginya. Responnya mengejutnya.
“Aughhh…” setengah berteriak dan kedua tangannya meremas buah dadanya. Kuhisap dan kujilati terus, semakin basah liang kenikmatannya.
Dia pun kemudian duduk dan menempatkan liang kenikmatannya tepat di wajahku. Lidah dan mulutku kembali memberikan kenikmatan baginya. Responnya mengejutnya.
“Aughhh…” setengah berteriak dan kedua tangannya meremas buah dadanya. Kuhisap dan kujilati terus, semakin basah liang kenikmatannya.
Tiba-tiba Reni berteriak, keras sekali, “Aahhh… ahhh,” matanya terpejam dan pinggulnya bergerak-gerak di wajahku.
“Aku.. keluar,” sambil terus menggoyangkan pinggulnya dan tubuhnya seperti tersentak-sentak.
“Aku.. keluar,” sambil terus menggoyangkan pinggulnya dan tubuhnya seperti tersentak-sentak.
Mungkin inilah orgasme wanita yang
paling jelas kulihat. Dan tiba-tiba, keluar cairan membanjir dari liang
kenikmatannya. Ini bisa kurasakan dengan jelas, karena mulutku masih
menciumi dan menjilatinya.
“Aduh… Mass.. enak banget. Lemes deh.” katanya. Dia terkulai menindihku.
“Enak?”, tanyaku.
“Enak banget, kamu pinter yah. Ngga pernah lho aku klimaks kayak tadi.”
“Akh, yang bener..? Kamu kan tadi udah ngerasain.” kataku mengingatkan pada permainan pertama kami.”
“Tapi, uuhh… lebih enak yang ini..”
“Enak?”, tanyaku.
“Enak banget, kamu pinter yah. Ngga pernah lho aku klimaks kayak tadi.”
“Akh, yang bener..? Kamu kan tadi udah ngerasain.” kataku mengingatkan pada permainan pertama kami.”
“Tapi, uuhh… lebih enak yang ini..”
Ternyata Reni masih menikmati sisa-sisa
klimaksnya. Tetapi karena belum puas, langsung saja kujilat kembali
liang kemaluannya. Semakin lama semakin asyik dan sangat enak, dan dia
pun merintih-rintih kecil.
“Mass… nakal ahhh… kok… akkhh… dimaenin
lagi… ouuchh… siiich… uwuuhh ooo… sstt akhs… akhs… akhs… ooohhh aahh…
sstth,” sambil tubuhnya agak bergerak tidak karuan, mungkin jilatanku
tidak seberapa tetapi kulihat dia sedang keasyikan menikmati jilatanku.
Lalu dia berdiri dan menarik tubuhku ke
lantai. Di situ kami berciuman lagi, entah kenapa aku merasakan sesuatu
yang hangat di sekitar liang kemaluannya, kuingin batang kemaluanku
dimasukkannya ke lubang kemaluannya. Soalnya aku masih ragu. Walaupun
tadi sih berani. Tetapi takut si Ana bangun. Kemudian aku memberanikan
untuk bicara.
“Ren, aku masukin lagi yaaa… Tadi kan belum puass…”
Reni tidak menjawab. Dia hanya merintih keenakan. Karena malas bermain sambil berdiri, aku mendorong Reni hingga tertindih oleh badanku. Reni mengerang keras karena vagina tertindih oleh adikku yang sudah menegang tinggi. Kemudian mulai lagi kugerakkan tanganku mencakar halus pinggangnya sampai ke payudaranya. Reni meremas kedua tanganku, menahan geli yang ditimbulkannya.
Reni tidak menjawab. Dia hanya merintih keenakan. Karena malas bermain sambil berdiri, aku mendorong Reni hingga tertindih oleh badanku. Reni mengerang keras karena vagina tertindih oleh adikku yang sudah menegang tinggi. Kemudian mulai lagi kugerakkan tanganku mencakar halus pinggangnya sampai ke payudaranya. Reni meremas kedua tanganku, menahan geli yang ditimbulkannya.
“Ssshh… ssshhh!” Reni mendesis berkali-kali menahan kenikmatan itu.
Kembali aku memainkan klitorisnya dengan tanganku, sementara kujilati kedua pahanya.
“Aaahhh… ssshhh,” Reni mengerang lirih.
Kembali aku memainkan klitorisnya dengan tanganku, sementara kujilati kedua pahanya.
“Aaahhh… ssshhh,” Reni mengerang lirih.
Aku menikmati aroma kewanitaannya yang
semerbak bersamaan keluarnya cairan dari liang kemaluannya. Kubenamkan
wajahku ke liang kemaluannya sambil menjilati bibir kemaluannya.
Klitorisnya yang berwarna merah jambu kukulum sambil kumainkan dengan
lidahku. Tubuh Reni menggelinjang bergetar.
“Uuuhffsss… aaahhh!” Reni menjerit menahan kenikmatan sambil tangannya menggenggam tepi ranjang.
“Uuuhffsss… aaahhh!” Reni menjerit menahan kenikmatan sambil tangannya menggenggam tepi ranjang.
Kurasakan cairan kemaluannya deras mengalir dan kuhisap dengan penuh kepuasan.
“Masss… masukin sekarang.. aku ngga tahan nih..” Reni lirih memohonku untuk segera memasuki tubuhnya.
“Masss… masukin sekarang.. aku ngga tahan nih..” Reni lirih memohonku untuk segera memasuki tubuhnya.
Aku segera menempatkan tubuhku di atas
tubuhnya yang ramping, seksi serta kencang itu. Berdesir darahku melihat
Reni terbaring polos telanjang. Ini bukan kesekian kalinya aku
mengaguminya. Badan Reni kurus tetapi kencang dan atletis seperti pelari
sprinter tetapi untungnya tidak sampai berotot.
“Maass… cepat doong… aakkhh.. ngga tahan nih…”
“Ok, tenang aja..”
“Ok, tenang aja..”
Sejenak sempat kudengar Reni mendesis saat meraih kemaluanku.
“Uuu… besar dan kuat..” ujarnya setengah berbisik seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Begitu ujung kepala batang kejantananku menempel di bibir kewanitaannya, kurasakan getaran listrik yang mulai menjalar di seluruh tubuhku. Lalu perlahan kudorongkan ke dalam liang kemaluannya.
“Uuu… besar dan kuat..” ujarnya setengah berbisik seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Begitu ujung kepala batang kejantananku menempel di bibir kewanitaannya, kurasakan getaran listrik yang mulai menjalar di seluruh tubuhku. Lalu perlahan kudorongkan ke dalam liang kemaluannya.
“Uuhhss… yess, Masss… uuuffssh,” Reni mengerang sambil mendongakkan kepalanya.
Dengan satu dorongan berikutnya, batang kemaluanku sudah masuk secara penuh ke dalam liang kenikmatan Reni yang hangat dan tebal. Reni mengalungkan kedua tangannya di leherku dan kedua kakinya melingkar di pinggangku.
Dengan satu dorongan berikutnya, batang kemaluanku sudah masuk secara penuh ke dalam liang kenikmatan Reni yang hangat dan tebal. Reni mengalungkan kedua tangannya di leherku dan kedua kakinya melingkar di pinggangku.
Aku mulai gerakan memompa liang kemaluannya.
“Yess… ufff Maas…” Reni menjerit halus sambil memejamkan matanya.
Gerakanku semakin lama semakin cepat dengan tekanan yang semakin kuat menerobos kedalaman liang kemaluan Reni yang merespon dengan berdenyut-denyut seperti memijit batang kemaluanku.
“Yess… ufff Maas…” Reni menjerit halus sambil memejamkan matanya.
Gerakanku semakin lama semakin cepat dengan tekanan yang semakin kuat menerobos kedalaman liang kemaluan Reni yang merespon dengan berdenyut-denyut seperti memijit batang kemaluanku.
Tiba-tiba Reni membuka matanya dan berbisik lirih, “Mas ganti posisi… aku mau nih keluar nih..”
Kami segera ganti posisi, badan Reni membalik dalam posisi menungging (doggy style). Katanya dia biasa orgasme dalam posisi ini.
Kami segera ganti posisi, badan Reni membalik dalam posisi menungging (doggy style). Katanya dia biasa orgasme dalam posisi ini.
Aku menuruti permintaan Reni yang jelas
dalam posisi ini aku jadi bisa melihat postur Reni lebih lengkap.
Biarpun Reni ramping, tetapi dia memiliki pantat yang padat dan berisi
sehingga dengan pinggangnya yang ramping makin membuat pantatnya montok.
Aku segera mengarahkan batang kemaluanku kembali, kali ini penetrasi
dari belakang.
“Srrrt…” makin lancar penetrasiku kali ini soalnya bagian luar liang kemaluan Reni makin basah.
“Srrrt…” makin lancar penetrasiku kali ini soalnya bagian luar liang kemaluan Reni makin basah.
Reni menggenggam pegangan ranjang degan
kedua tangannya. Aku menciumi lehernya dari belakang sambil
kadang-kadang menggigit pundaknya. Ternyata Reni sangat aktif dalam
posisi ini. Dia semakin aktif bergerak, selain mengikuti gerakan maju
mundurku, pinggulnya pun bergoyang mengocok batang kemaluanku.
“Reni… pinggul kamu hebat banget,” aku berbisik terengah-engah.
Reni menjawabnya dengan erangan-erangan, dia menoleh kepadaku sambil menggigit bibir bawahnya. Terlihat peluh membasahi wajahnya yang makin memerah.
Reni menjawabnya dengan erangan-erangan, dia menoleh kepadaku sambil menggigit bibir bawahnya. Terlihat peluh membasahi wajahnya yang makin memerah.
Sesaat kemudian dia berbisik kepadaku,
“Ouuchhh.. sayang… lebih cepat!” suaranya diikuti deru nafas yang
memburu. Rupanya dia sudah semakin mendekati klimaks.
Aku pun meresponnya dengan gerakan yang
lebih cepat dan keras. Kutusukkan batang kemaluanku makin dalam ke liang
kemaluannya seiring perasaan klimaks yang sudah di ambang.
“Aaahhh Uuuh Sssh… teruuus Mas… ahhh…” Reni menjerit sambil bergerak makin liar sampai ranjangnya berderik-derik.
Kuteruskan gerakanku dengan mengerahkan sekuat tenaga mengimbangi gerakan liar Reni.
Ana masih tidur ketika Reni tiba-tiba menjerit, “Aaah… uuhhhfffssshhh… Masss…” kepalanya mendongak, tubuhnya bergetar hebat dan kurasakan semburan hangat dari liang kewanitaannya merembes sampai ke buah kemaluanku.
Ana masih tidur ketika Reni tiba-tiba menjerit, “Aaah… uuhhhfffssshhh… Masss…” kepalanya mendongak, tubuhnya bergetar hebat dan kurasakan semburan hangat dari liang kewanitaannya merembes sampai ke buah kemaluanku.
Aku pun melepaskan jutaan spermaku menyemprot kencang memenuhi karet kondom yang kupakai.
“Uuu… yess…” Reni mengakhiri gelombang kenikmatan dan mengerang sambil menikmati sisa-sisa orgasmenya.
“Ouuhhh.. Masss, kamu hebat sekali… aahh…”
Mungkin bisa dibilang ini adalah permainan terbaikku dibandingkan dengan Ana. Kemudian kami pun sempat tertidur berpelukan di kamar Ana.
“Ouuhhh.. Masss, kamu hebat sekali… aahh…”
Mungkin bisa dibilang ini adalah permainan terbaikku dibandingkan dengan Ana. Kemudian kami pun sempat tertidur berpelukan di kamar Ana.
Jam 5 pagi Reni balik ke kamarnya dan
aku pun tidur di kamarku sendiri. Pukul 10:00, aku bangun dan
mempersiapkan diri untuk kembali pulang ke kotaku. Aku diantar Om ke
terminal bus, aku tidak sempat pamit dengan Ana dan Reni karena mereka
belum bangun. Reni kelelahan karena habis bertempur denganku sepanjang
malam, sedang Ana masih terpengaruh CTM.
Tante sendiri belum bangun juga. Si Reni
memang gila seks. Hari itu hari Kamis, jadwalku adalah harus berobat ke
dokter spesialisku. Tetapi sial, di jalan perutku terasa sakit,
sepertinya diare. Aku terpaksa turun di jalan dan mencari restoran
terdekat untuk buang hajat.
Sampai di rumahku pukul 8 malam dan itu
berarti aku tidak jadi ke dokter. Tetapi aku tetap tersenyum simpul,
kalau mengingat baru saja aku mendapatkan dua perawan ting-ting.