Skip to main content

Aku, Istri dan Menantu yang tak pernah dianggap!

Aku, Istri dan Menantu yang tak pernah dianggap!

*wanita lain

"Mas! siapa Susi itu?" tanyaku sekali lagi ke Mas Aldy yang hanya bisa terdiam.

"Aldy…! Susi siapa yang kamu sebut itu? kenapa dia mau melahirkan?" tanya Ibu karna kaget juga.

"Sudah! pokoknya kembalikan uangku! aku nggak mau tau, pokoknya harus kamu kembalikan," teriak Mas Aldy namun mukanya seperti menyembunyikan sesuatu.

"Kasitau dulu siapa Susi itu Mas? apa jangan-jangan kamu punya wanita lain, atau kamu sudah nikah diam-diam?" tanyaku lagi emosi karna Mas Aldy tidak menjawab.

"Nggak ada, bukan siapa-siapa!"

"Kamu jangan bohong, Mas! nggak mungkin kalau bukan siapa-siapa mu kamu mau bayarin biaya persalinannya!"

"Kamu itu jadi istri ikut campur aja urusan suami! udah itu urusanku! Terserah aku mau kupake untuk apa dan siapa uang itu!"

Mas Aldy pergi begitu aja, tanpa menjelaskan siapa Susi itu. Aku masih shock ketika mendengar nama wanita lain yang terucap  dari mukut suamiku sendiri. Apalgi uang gaji suami dipake buat biaya persalinannya. Tidak mungkin kan,  kalau bukan orang yang dekat sama Mas Aldy, bisa sampe di biayain.

Kukejar Mas Aldy sampe di kamar. Kutarik tangannya untuk mendapatkan penjelasan darinya. Aku tidak bisa diginikan. Aku harus cari tau siapa wanita itu. Siapa Susi itu.

"Mas! Mas!"

"Apa sih! ngapain kamu ngejar aku, hah!" 

"Kasitau sapa Susi itu? apa memang bukan siapa-siapa mu!"

"Bukan!"

"Tapi kenapa kamu nggak berani menatapku mas? dari tadi kulihat matamu ke lain!"

"Apa sih! Biasa aja, siapa juga yang nggak berani menatapmu," ucap Mas Aldy lagi tapi tetap matanya nggak bisa bohong. Matanya nggak berani menatap mataku. 

Aku semakin curiga namun kubiarkan aja. Karna aku kenal sifat Mas Aldy, semakin dia dipaksa semakin juga tidak mau menjelaskan. Jadi aku memutuskan untuk mencari tahu siapa wanita itu.

Tidak lama kemudian, Mas Aldy keluar kamar. Aku mendengar Ibu Mertuaku mengejar dia. Aku mendengar obrolan mereka secara pelan. Kutajamkan lagi telinga ini biar semakin jelas aku mendengarnya.

"Dy… Aldy! tunggu, kamu mau kemana? Susi itu siapa Dy? Aldy…?" panggil Ibu mertuaku.

"Apa sih, Bu! Aku pusing, Ibu jangan bikin aku tambah pusing?"

"Susi itu siapa Dy? trus gimana dengan Rina? Ibu nggak mau ya kalau sampai Ibu nggak jadi besanan sama temen Ibu itu!" 

"Ah! nggak tau Bu! sakit kepalaku!"

"Ntr kita omongin lagi diluar, kita ketemuan di kafe sebelah bengkel tempat aku kerja, ada Vira masih di rumah!" tambah Mas Aldy lagi.

Mau kemana Mas Aldy jam segini. Bengkel Bagus pasti udah ditutup. Aku curiga kalau Mas Aldy mau ketempat wanita itu.

Aku cepat-cepat berganti pakaian. Aku harus mengikuti Mas Aldy kemana dia pergi. Aku harus tau siapa wanita itu. Wanita hamil yang biaya persalinannya akan ditanggung suamiku.

"Mau kemana, Mba?" tanya Yeni tiba-tiba bikin aku kaget aja.

"Mau ke toko sembako, mau beli minuman dingin," jawabku asal. Yeni tidak boleh tau kalau aku mengejar Mas Aldy.

"Aku nitip camilan, ya Mba,"

"Iya," jawabku asal. Aku tergesa-gesa sehingga tidak mendengar dia minta apa yang penting aku harus cepat menyusul Mas Aldy sebelum dia jauh dan aku akan ketinggalan jejaknya.

Aku melajukan motorku mengikuti kemana Mas Aldy pergi. Tidak lama kemudian kulihat motor Mas Aldy belok kearah kos-kosan cewek. Kulihat dia sedang memarkir motor di sebuah bangsalan kos warna pink. Aku tau daerah ini. Daerah ini terkenal dengan kos cewek yang nggak bener. Aku menyetopkan motorku agak jauh dari situ. Aku melihat Mas Aldy mengetok salah satu pintu kos dan keluar penghuninya. Alangkah terkejutnya aku, melihat seorang wanita hamil besar tersenyum manja dan memeluk suamiku. Mas Aldy memberikan tangannya untuk disalim dan dicium serta Mas Aldy mencium kening wanita itu. Hatiku sakit melihat kemesraan mereka. Aku dan Mas Aldy sudah tidak pernah melakukan aktifitas tersebut. Kalau  salah satu mau berangkat kerja atau kemanapun, tidak pernah salim dan cium kening. Kulihat juga Mas Aldy mengelus perut wanita itu dengan penuh perasaan. Aku terduduk lemas tak bertenaga melihat suamiku memiliki wanita lain di hidupnya.

Segera aku mengambil handphone dan memotret kedua pasangan itu dengan perasaan hancur berkeping-keping. Aku mengirimkan foto itu kepada Mira dan menjelaskan tentang kejadian tadi. Tentang wanita yng bernama Susi. 

("Oke! kita ubah sedikit rencana kita! besok pulang kerja ikut aku dan Bagus, kemudian akan ada perubahan dari rencana sebelumnya!") 

begitu bunyi wa Mira yang tidak ku balas lagi. Aku terlalu fokus dengan pikiranku sendiri. Apa wanita itu sudah lama menjalin kasih dengan Mas Aldy? siapa wanita itu? aku tidak pernah melihatnya. Apa wanita itu istri Mas Aldy juga atau hanya simpanan Mas Aldy aja. Kalau memang udah menjadi istri Mas Aldy, pastinya Ibu mertuaku udah mengetahuinya. Tapi nyatanya Ibu Mertuaku tadi juga terkejut dan menanyakan siapa Susi itu.

Pantas selama ini aku tidak pernah  melihat Mas Aldy kalau pagi. Aku kira Mas Aldy udah berangkat kerja, ternyata dia bermalam bersama wanita lain. Aku merasa jadi wanita yang bodoh. Bertahun-tahun di bohongin oleh suamiku sendiri dan aku tidak menyadarinya. Pantas juga udah beberapa bulan terakhir ini, Mas Aldy sudah tidak pernah meminta haknya sebagai suami, ternyata sudah dia dapatkan dari wanita lain. Aku terus mempertanyakan perubahan sikap Mas Aldy selama beberapa bulan terakhir ini. 

Aku pulang ke rumah dengan hatiku hancur, kenapa nasibku seperti ini ya Allah. Apa sudah tidak layak rumah tanggaku ini dipertahankan. Semua terjadi dengan sangat mengejutkan. Terasa seperti diberi kejutan di hari yang spesial, namun bukanlah kejutan yang bikin bahagia tapi kejutan yang menyakitkan hati.

"Mba? mana camilanku?" tiba-tiba Yeni mendatangiku dan menagih camilan begitu aku sampe rumah.

"Haa? apa yang kamu bilang, Yen?" tanyaku linglung. Aku masih nggak fokus ke Yeni. Masih memikirkan Mas Aldy dan Wanita itu.

"Camilanku, mana?"

"Oh… maaf Yen, aku lupa, aku juga tadi nggak jadi ke toko sembako," jawabku cuek.

"Kok bisa sih, Mba! Aku kan udah nitip, kenapa juga nggak kamu belikan! Aku udah nunggu dari tadi camilanku! Kamu ini, minta belikan cemilan aja pelit betul! Kamu memang sengaja kan nggak mau belikan! Alasan aja lupa! Dasar pelit!" ucap Yeni masih terus mengoceh bikin aku tambah emosi.

Aku nggak balas omongannya! Aku cuma melihat dia dengan perasaan kesal. Ini anak nggak tau apa aku sedang kesal masih aja cari masalah. 

Aku melihat Ibu mertuaku, seperti biasa mukanya tidak tahu menahu. Mukanya lempeng aja, kayak tidak ada masalah, padahal dia sendiri juga tadi denger kalau Mas Aldy menyebut nama wanita lain. 

Aku berlalu begitu saja, tidak perduli dengan Yeni yang masih teriak-teriak manggil dan marah. Aku juga tidak perduli dengan Ibu mertuaku. Aku tidak perduli dengan rumah ini. Rasanya aku mau pergi dari sini. Aku udah capek dan muak dengan semuanya. Namun aku harus tetap bertahan untuk membalas dendam ku dengan mereka. Aku harus mulai bergerak cepat. Bener kata Mira, setelah aku berhasil mengambil hak nafkahku, sekarang saatnya aku mengacaukan hidup Mas Aldy dan keluarga ini. Aku tidak rela melihat wanita itu bahagia diatas penderitaanku. Besok saatnya melakukan rencana berikutnya. Tunggu aku, Mas! Aku akan buat perhitungan denganmu!

Yukkk kelanjutannya di laman utama

Popular posts from this blog

Kuremas Toket Istri Tetanggaku Dari Belakang Saat Sedang Memasak

Cerita Dewasa  – Kenalin gw nicky, umur gw 19 tahun, tinggi 175 berat 60 ( gw abas ), aga’ cungkring si haha.. gw punya tetangga orasng cina, pasangan suami istri muda si suami kira2 31 tahun dan si istri 28 tahun. suaminya adalah kepala cabang suatu bank swasta dan si istri hanya IRT. Kuremas Toket Istri Tetanggaku Dari Belakang suatu hari si suami ada pertemuan di luar kota untuk beberappa hari dan istrinya ditinggal sendiri.. oo iya gw sebutkan saja nama istrinya, gw bys manggil mba’ sinta. sehari setelah suaminya pergi, gw lagi cari2 angin pagi2 d komplek gw, karena rumah gw sebelahan jadi pasti gw lewat depan rumahnya. pas gw lagi jalan, mba’ sinta manggil gw. Mba’ sinta: nick, bisa tolong mba’ ga’? Gw: tolong apa mba’? Mba’ sinta: beli’in mba’ cabe kering sama ikan tongkol dong di pasar, mba’ lagi malas keluar ni. Gw: ia mba’, boleh. nah dy langsung ngasi uangnya buat belanja. trus dy bilang. Mba’ sinta: langsung anterin ke dapur aja ya nanti. Gw: s

Pertimbangan Tante Antara Hasrat Birahi Yang Menggebu Dan Harga Diri

Cerita Dewasa  –  Umurku sekarang sudah 30 tahun. Sampai sekarang aku masih hidup membujang, meskipun sebenarnya aku sudah sangat siap kalau mau menikah. Meskipun aku belum tergolong orang yang berpenghasilan wah, namun aku tergolong orang yang sudah cukup mapan, punya posisi menengah di tempat kerjaku sekarang. Aku sampai sekarang masih malas untuk menikah, dan memilih menikmati hidup sebagai petualang, dari satu wanita ke wanita yang lain. Pertimbangan Tante, Antara Hasrat Birahi Dan Harga Diri Kisahku sebagai petualang ini, dimulai dari sebuah kejadian kira-kira 12 tahun yang lalu. Waktu itu aku masih kelas 3 SMU. Hari itu aku ada janji dengan Agus, sahabatku di sekolah. Rencananya dia mau mengajakku jalan-jalan ke Mall sekedar menghilangkan kepenatan setelah seminggu penuh digojlok latihan sepak bola habis-habisan. Sejam lebih aku menunggu di warung depan gang rumah pamanku (aku tinggal numpang di rumah paman, karena aku sekolah di kota yang jauh dari tempat t

Aku gak kuat mas

#Aku_Gak_Kuat_Mas! 5 Keesokan harinya, Sofia benar-benar pulih. Ternyata Ki Alam Surya tidak berbohong. Wanita yang kucintai terlihat sangat segar pagi ini. Dokter pun mengijinkan kami pulang.  Kini kepercayaanku pada Ki Alam Surya kembali lagi setelah tadinya sempat menghilang.  "Mas, kita langsung pula hari ini? Atau kita akan mampir dulu ke suatu tempat?" tanya Sofia saat kami berjalan ke tempat parkir. "Kamu mau kita mampir dulu? Mau ke mana?" tanyaku lembut. Akan kuturuti kemanapun dia mau, asalkan dia bisa sehat terus seperti sekarang.  "Enggak, sih. Siapa tau Mas pengen pergi. Aku ingin cepat pulang saja, istirahat." Ia tersenyum. Sungguh aku sangat merindukan senyum indah itu.  "Ya udah, kita pulang. Mas akan temani kamu sampai kamu merasa bosan." "Bosan?" "Iya." "Sofia nggak akan pernah bosan sama Mas." "Sungguh?" "Iya dong." Dia tertawa.  Aku ikut tertawa mendengar tawanya yang begitu re